Baca Juga
Kita ketahui bersama bahwa wudhu adalah syarat sah shalat. Tidak sah shalat seseorang tanpa wudhu dan jika wudhu seseorang batal, maka batal juga shalatnya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
لا يقبلُ اللهَ صلاةَ أحدِكم إذا أحدثَ حتى يتوضأَ
“Allah tidak menerima shalat seseorang jika ia berhadats sampai ia berwudhu“1.Lalu apa yang mesti dilakukan jika imam batal wudhunya ketika di tengah shalat? Yang dilakukan adalah imam membatalkan shalatnya lalu memerintahkan salah seorang makmum untuk meneruskan shalat. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
أن المشروع للإمام أن يستخلف من يكمل بهم
الصلاة، كما فعل عمر رضي الله عنه لما طعن وهو يصلي استخلف عبد الرحمن بن
عوف رضي الله عنه فأتم بهم صلاة الفجر
“yang disyariatkan bagi imam adalah meminta orang lain untuk menyempurnakan shalat. Sebagaimana dilakukan oleh Umar radhiallahu’anhu ketika beliau ditikam dalam keadaan sedang shalat. Lalu Umar meminta Abdurrahman bin Auf radhiallahu’anhu untuk menggantikannya dan menyempurnakan shalat shubuh2” (Majmu Fatawa wal Maqalat Mutanawwi’ah, juz 12 hal. 138).Atau jika imam tidak memerintahkan salah seorang makmum untuk menggantikan, maka makmum yang berdiri di belakang imam maju untuk menjadi imam. Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
فإن لم يستخلف بهم الإمام تقدم بعض من وراءه
فأكمل بالناس، فإن استأنفوا الصلاة من أولها فلا حرج في ذلك؛ لأن المسألة
فيها خلاف بين أهل العلم لكن الأرجح هو أن الإمام يستخلف من يكمل بهم لما
ذكرنا من فعل عمر رضي الله عنه فإن استأنفوا فلا بأس
“Jika imam tidak meminta salah seorang makmum untuk menggantikannya,
maka makmum yang ada di belakang imam maju untuk menggantikannya dan
menyempurnakan shalat bersama para makmum yang lain. Jika para makmum
ingin memulai shalat dari awal lagi maka tidak mengapa, karena masalah
ini ada khilaf di antara para ulama. Namun yang lebih rajih, hendaknya
imam meminta salah seorang makmum untuk meneruskan shalat sebagaimana
yang telah kami jelaskan, berdasarkan perbuatan Umar bin Khathab
radhiallahu’anhu. Jika mereka ingin memulai shalat dari awal lagi maka
tidak mengapa” (Majmu Fatawa wal Mawalat Mutanawwi’ah, juz 12 hal. 138).Imam tidak boleh meneruskan shalat dalam keadaan tanpa wudhu
Jika imam batal wudhu di tengah shalat, maka tidak boleh ia sengaja meneruskan shalatnya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan:
العمل في هذه الحال أن ينصرف من الصلاة،
ويأمر أحد المأمومين الذين خلفه بتكميل الصلاة بالجماعة، فإذا قدرنا أنه
تذكر وهو في الركعة الثالثة من الظهر أن ليس على طهارة، فإن الواجب عليه أن
ينصرف، ولا يجوز أن يكمل الصلاة على غير طهارة، ويأخذ أحد المأمومين الذين
خلفه ليتم الصلاة فيكمل بهم الثالثة، ويأتي بالرابعة ويسلم. فإذا قدر أنه
لم يتذكر إلا بعد السلام، بطلت صلاته، أما صلاة المأمومين فصحيحة وليست
باطلة
“Yang dilakukan dalam keadaan demikian adalah imam membatalkan
shalatnya, lalu memerintahkan salah seorang makmum yang ada di
belakangnya untuk meneruskan shalat jama’ah. Jika kita katakan imam
ingat pada rakaat ke tiga pada shalat zhuhur, bahwa ia belum berwudhu,
maka wajib baginya untuk membatalkan shalat. Tidak boleh baginya untuk
meneruskan shalat dalam keadaan tanpa wudhu. Lalu ia menarik salah
seorang makmum yang ada di belakangnya kemudian (makmum ini menjadi
imam) meneruskan rakaat ke tiga, lalu rakaat ke empat, lalu salam. Jika
kita katakan imam baru ingat bahwa ia belum wudhu ketika setelah salam,
maka shalat imam tersebut batal, namun shalat para makmum tetap sah dan
tidak batal” (Majmu Fatawa war Rasail Syaikh Ibnu Al Utsaimin, juz 15, hal 219).Shalat makmum tidak batal dengan batalnya shalat imam
Jika shalat imam batal, apakah shalat makmum menjadi batal? Ulama khilaf dalam masalah ini. Yang rajih (kuat), shalat makmum tidak batal berdasarkan kaidah baqa’ul ashl (tetapnya hukum asal). Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan:
لا تبطل صلاة المأموم ببطلان صلاة الإمام،
لأن صلاة المأموم صحيحه، والأصل بقاء الصحة، ولا يمكن أن تبطل إلا بدليل
صحيح، فالإمام بطلت صلاته بمقتضى الدليل الصحيح، ولكن المأموم دخل بأمر
الله فلا يمكن أن تفسد صلاته إلا بأمر الله، القاعدة: “أن من دخل في عبادة
حسب ما أمر به فإننا لا نبطلها إلا بدليل”
“Shalat makmum tidak batal dengan batalnya shalat imam. Shalat makmum
tetap shahih. Hukum asalnya status sah tetap berlaku. Tidak mungkin
kita menganggap batalnya suatu ibadah tanpa dalil. Adapun imam menjadi
batal shalatnya berdasarkan dalil yang shahih. Sedangkan makmum dalam
keadaan sedang melaksanakan perintah Allah (shalat), maka tidak mungkin
kita anggap batal kecuali dengan perintah Allah pula. Kaidah mengatakan:
‘Barangsiapa yang melakukan suatu ibadah sesuai dengan apa yang Allah
perintahkan, maka tidak menganggapnya batal kecuali dengan dalil'” (Majmu Fatawa war Rasail Syaikh Ibnu Al Utsaimin, juz 12, hal 451).Demikian semoga bermanfaat.